Kamis, 09 Januari 2014

ANTUSIASNYA MASYARAKAT DALAM BERPARTISIPASI DI SETIAP PERTEMUAN

suasana warga desa dalam pertemuan desa simorejo
        Partisipasi masyarakat di beberapa desa di Kecamatan Widang dalam tahapan perencanaan PNPM MPd menunjukkan peningkatan yang berarti dibandingkan dengan program sejenis yang pernah atau sedang berlangsung di desa. Partisipasi tersebut berhubungan dengan empat faktor. Pertama perencanaan dari bawah atau bottom up yang dikembangkan dalam PNPM MPd secara konsisten tanpa intervensi aparat pemerintah. PNPM-MPd berhasil memini-malkan peranan aparat pemerintah dari penentu keputusan berubah menjadi pembina. Kedua, muncul fenomena
penguatan peranan Tim Pengelola Kegiatan (TPK) yang membuka peluang kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam tahap perencanaan. Ketiga, pemahaman yang positif dari Kepala Desa merupakan faktor penguat terhadap pengambil alihan kegiatan PNPM MPd oleh TPK. Keempat, munculnya peranan kelompok masyarakat sebagai saluran untuk menyampaikan rumusan kebutuhan masyarakat.
        Fenomena ini juga nampak pada pertemuan kelompok kegiatan dana bergulir Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dalam membuat rumusan kebutuhan yang dipersiapkan untuk diajukan dalam Musrenbangdes. Sebaliknya pada beberapa desa kasus partisipasi masyarakat yang rendah ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, kuatnya pola lama dalam masyarakat, segala urusan kegiatan dan pembangunan desa diserahkan kepada elit desa. Kedua, sifat kekuasaan (bukan wewenang elit desa masih menonjol sehingga partisipasi dan keberdayaan masyarakat kurang. Ketiga, peranan kelompok masyarakat (PKK, Karang Taruna) lebih mengikuti kepentingan elit dan kepala desa.
        Berbeda dari partisipasi dalam perencanaan, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan sangat lemah, terutama pada kegiatan pembangunan fisik. Partisipasi diterjemahkan hanya kehadiran fisik, contohnya sebagai buruh dan tukang pada pembangunan prasarana. Partisipasi dalam bentuk swadaya masyarakat diterjemahkan secara sempit sebagai memberikan sumbangan upah sekian persen upah umum yang berlaku yang seharusnya menjadi hak mereka.
        Kecenderungan terakhir ini justru jadi ajang eksploitasi baru yang dibungkus simbol swadaya masyarakat. Penyebabnya adalah petunjuk pelaksanaan yang tidak jelas, tuntuan administrasi pelaporan kegiatan dan keuangan yang berorientasi waktu, serta tuntutan pertanggungjawaban administratif proyek sebagai syarat penilaian keberhasilan kegiatan, dibandingkan pertanggunjawaban proses sosial untuk meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat desa.
          Pelaksanaan PNPM MPd  yang cenderung mengendorkan partisipasi masyarakat dan kelompok masyarakat ini mengakibatkan partispasi dalam kontrol hanyalah retorika belaka. Hak kontrol justru beralih pada FK, FT, UPK dan PjOK yang begitu ketat dalam kontrol penggunaan biaya dan bukti masyarakat dibandingkan kontrol terhadap substansi kegiatan.
Minimalisasi peranan masyarakat ini berkaitan dengan tiga faktor. Pertama, petunjuk teknis memang tidak memberikan ruang terhadap kontrol publik kecuali sebatas penyajian kinerja pada papan pengumuman. Kedua, petunjuk teknis juga belum menyediakan ruang bagi kelompok masyarakat untuk membentuk lembaga kontrol seperti pada forum Musrenbangdes, di satu segi, segi lain nya belum tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk mewadahi peran kontrol publik walaupun ide tentang hal itu telah dikemukan dalam petunjuk teknis PNPM MPd. Ketiga,  peran aparat pemerintah daerah di kecamatan dan kabupaten memiliki kelemahan dalam melakukan koordinasi dan kontrol
Dra. Diah Premitasari -FK Kec. Widang

Tidak ada komentar:

Total Tayangan Halaman