![]() |
suasana warga desa dalam pertemuan desa simorejo |
Fenomena ini juga nampak pada pertemuan
kelompok kegiatan dana bergulir Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dalam membuat rumusan
kebutuhan yang dipersiapkan untuk diajukan dalam Musrenbangdes. Sebaliknya pada beberapa desa kasus partisipasi masyarakat
yang rendah ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, kuatnya pola lama dalam masyarakat,
segala urusan kegiatan dan pembangunan desa diserahkan kepada elit desa. Kedua,
sifat kekuasaan (bukan wewenang elit desa masih menonjol sehingga partisipasi dan
keberdayaan masyarakat kurang. Ketiga, peranan kelompok masyarakat (PKK, Karang
Taruna) lebih mengikuti kepentingan elit dan kepala desa.
Berbeda dari partisipasi dalam perencanaan, partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan sangat lemah, terutama pada kegiatan pembangunan fisik. Partisipasi
diterjemahkan hanya kehadiran fisik, contohnya sebagai buruh dan tukang pada pembangunan
prasarana. Partisipasi dalam bentuk swadaya masyarakat diterjemahkan secara sempit
sebagai memberikan sumbangan upah sekian persen upah umum yang berlaku yang
seharusnya menjadi hak mereka.
Kecenderungan terakhir ini justru jadi ajang eksploitasi baru
yang dibungkus simbol swadaya masyarakat. Penyebabnya adalah petunjuk pelaksanaan
yang tidak jelas, tuntuan administrasi pelaporan kegiatan dan keuangan yang
berorientasi waktu, serta tuntutan pertanggungjawaban administratif proyek sebagai
syarat penilaian keberhasilan kegiatan, dibandingkan pertanggunjawaban proses sosial
untuk meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat desa.
Pelaksanaan PNPM MPd
yang cenderung mengendorkan partisipasi masyarakat dan kelompok masyarakat
ini mengakibatkan partispasi dalam kontrol hanyalah retorika belaka. Hak kontrol
justru beralih pada FK, FT, UPK dan PjOK yang begitu ketat dalam kontrol penggunaan
biaya dan bukti masyarakat dibandingkan kontrol terhadap substansi kegiatan.
Minimalisasi peranan masyarakat ini berkaitan dengan tiga
faktor. Pertama, petunjuk teknis memang tidak memberikan ruang terhadap kontrol
publik kecuali sebatas penyajian kinerja pada papan pengumuman.
Kedua, petunjuk teknis juga belum menyediakan ruang bagi kelompok masyarakat untuk
membentuk lembaga kontrol seperti pada forum Musrenbangdes, di satu segi, segi lain
nya belum tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk mewadahi peran kontrol publik
walaupun ide tentang hal itu telah dikemukan dalam petunjuk teknis PNPM MPd.
Ketiga, peran aparat pemerintah daerah
di kecamatan dan kabupaten memiliki kelemahan dalam melakukan koordinasi dan kontrol. Dra. Diah Premitasari -FK Kec. Widang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar